Google

Misteri Pelepasan Timor-Timur

Judul Buku : Pembantaian Timor-Timur, Horor Masyarakat Internasional Pengarang : Joseph Nevins

Penerbit : Galang Press, Jogjakarta

Cetakan : I, Juli 2008

Tebal : xxiii + 375 Halaman

Munculnya ide pelepasan Timor-Timur (Timtim) berawal dari dua opsi yang diajukan Presiden B.J. Habibi melalui referendum pada 27 Januari 1999. Opsi pertama memberi otonomi khusus kepada Timtim, dan kedua pemisahan Timtim dari Indonesia. Rakyat Timtim memilih opsi kedua, karena dinilai sebagai pilihan terbaik setelah mereka merasa disakiti selama 24 tahun oleh Indonesia.
Pada referendum 30 Agustus 1999, Timtim menyatakan merdeka dari Indonesia, hasil referendum diumumkan, dan rakyat Timtim lepas dari kuasa Indonesia. Begitu rakyat Timtim menyatakan keberaniaannya melepaskan diri dari belenggu Indonesia, kekerasan terjadi di mana-mana. Kelompok militer muncul di mana-mana, bikin onar, dan membantai orang-orang yang memperjuangkan kemerdekaan.

Pada masa itu, Timtim kembali ke ''titik nol'', kosong seperti tidak punya sejarah, nyawa manusia banyak tercincang layaknya ayam yang mau dipanggang. Baru tiga tahun kemudian, tepatnya pada 20 Mei 2002, Timtim resmi manjadi negara merdeka, dan mengubah namanya menjadi Timor Leste dengan bahasa resmi Portugal. Dengan meresmikan sebagai negara sendiri, kemerdekaannya diharapkan mampu memberi pencerahan baru terhadap masyarakat Timtim. Namun, kemerdekaan tidak semegah yang dibayangkan sewaktu mempertahankan dengan kucuran darah. Kemerdekaannya justru dirasakan oleh orang-orang di luar Timtim yang sengaja menyeting rakyat Timtim hidup dalam konflik.

Dengan status sebagai ''negara muda'' yang stabilitas politik dan ekonominya masih sangat rentan konflik kepentingan, Timtim terombang-ambing menentukan arah masa depannya. Terlebih bila dikaitkan dengan tragedi masa lalu yang penuh darah dan pembantaian.

Buku ini mencoba memotret gejolak politik kepentingan yang terjadi sepanjang 1999 dan setelah Timtim menentukan hari kemerdekaannya. Kejahatan kemanusiaan yang pernah melenyapkan tanah Lorosae sampai saat ini masih bergentayangan dengan berbagai bentuk. Joseph Nevins, penulis buku ini, memaparkan secara gamblang kekacauan yang terjadi sebagai saksi dari insiden-insiden kekerasan pada 1999.

Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) Timor-Timur yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) melaporkan adanya persekongkolan yang menjadi dasar bagi aksi kekerasan yang kemudian terjadi secara sistematis dan meluas. Antara lain adalah gelontaran dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) pemda dan alokasi anggaran rutin pembangunan daerah dan dana jaring pengaman sosial (JPS) untuk membiayai pembentukan dan perekrutan anggota pamswkasrsa. Bukan hanya itu, TNI terbukti juga memasok berbagai persenjataan kepada milisi. Mulai jenis SKS, N-16, Mauser/G-34, granat, pistol, termasuk sejumlah senapan rakitan (hlm. xx)

Dalam catatan Joseph, pada September 1999 TNI dan milisi melakukan sejumlah pembunuhan, pembakaran rumah-rumah, pengusiran secara paksa terhadap warga Timtim yang memilih untuk merdeka dalam referendum yang dilaksanakan PBB. Setelah seperempat abad dalam pendudukan Indonesia, sekitar 1.000 sampai 2.000 warga sipil Timtim terbunuh hanya dalam beberapa bulan sebelum dan beberapa hari sesudah referendum 1999. Sekitar 500.000 orang terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka dan lari mengungsi.

Namun, kasus yang paling menonjol dan sampai saat ini masih memberi embrio terjadinya konflik baru, antara lain pembantaian di Gereja Liguica, pembunuhan warga Kailako di Bobonaro, penghadangan rombongan Manuel Gama, eksekusi penduduk sipir di Boronaro, dan penyerangan rumah Manuel Carrascalao. Juga kerusuhan di Dili, penyerangan diosis Dili, penyerangan rumah Uskup Belo, pembakaran rumah penduduk di Maliana, penyerangan kompleks gereja di Suai, dan pembunuhan di Polres Maliana. Termasuk pembunuhan wartawan Belanda Sander Thoenes serta pembunuhan rombongan rohaniawan di Lospalos (hlm. xxii)

Joseph merekam sendiri tindak kekejaman yang tidak manusiawi secara langsung di Timtim. Dia berada di tengah kekacauan dan amuk massa pada 1999 itu. Bagi dia, semua tragedi menjadi sebuah pertanyaan dan gugatan reflektif ihwal carut-marut kemanusiaan yang terus terjadi di berbagai belahan dunia.

Bagi Joseph, buku ini menjadi sebuah media kritik dan evaluasi di tengah berbagai tragedi mengenaskan dunia yang terus terjadi tanpa henti. Penulis sadar bahwa tragedi yang terjadi di Timtim tidak bisa dipotret seutuhnya, secara sempurna, tetapi dia melihat bahwa tragedi itu harus disuarakan, agar menjadi keprihatian masyarakat dunia.

Di tengah maraknya tindak kekerasan, buku ini menjadi bahan renungan tersendiri bagi Indonesia. Meski Timtim sudah tidak lagi menjadi bagian dari Indonesia, sejarah tidak akan pernah melupakan bahwa Indonesia pernah mengobrak-abrik rakyat Timor-Timur.

Buku ini mungkin akan memerahkan telinga para petinggi TNI dan Polri, karena banyak informasi yang menelanjangi sepak-terjang tentara dan polisi selama bertugas di sana. Kejahatan kemanusiaan adalah derita bagi semua orang, dan semua orang bisa merasakan perihnya. (*)*) Ainur Rasyid, Alumnus PP. Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Madura


Read more...

PN Ngotot Tak Salah Vonis

Polisi Mulai Usut Keliru Tangkap Pembunuh Asrori

JOMBANG - Terungkapnya fakta baru bahwa Mr X yang dibunuh Ryan adalah Asrori tak membuat majelis hakim PN Jombang yang menyidangkan terdakwa Maman Sugianto alias Sugik menghentikan langkah. Kemarin (28/8), digelar sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan.Ketua Majelis Hakim Kartijono menyatakan bahwa PN tetap meneruskan proses pengadilan. Sebab, fakta-fakta hukum di persidangan sebelumnya menyatakan bahwa Sugik layak disidangkan. ''Proses peradilan tetap dilanjutkan karena berkasnya sudah dilimpahkan dari kejaksaan ke pengadilan serta adanya keterangan ahli,'' katanya.

Dia menyatakan, fakta di pengadilan sudah jelas membuktikan bahwa mayat yang ditemukan di kebun tebu tersebut adalah Asrori. Ciri-cirinya sesuai keterangan keluarga Asrori. Yaitu, ada bekas luka bakar terkena knalpot di betis kanan dan gigi yang gingsul.

Kartijono membantah hasil sidang yang berakhir dengan vonis 17 tahun untuk Kemat dan 12 tahun untuk David itu akibat adanya tekanan dari kepolisian. ''Kami ini bekerja independen, tanpa tekanan dari pihak mana pun,'' tegasnya.

Atas fakta baru (novum) adanya hasil tes DNA, yang membuktikan bahwa Asrori korban Ryan, pengacara Kemat dan David akan melakukan peninjauan kembali (PK).

Sementara itu, sidang kemarin hanya berjalan sekitar lima belas menit. Sugik tetap didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Asrori.

Saat ditemui setelah sidang, Sugik menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah. ''Saya berani sumpah, demi Allah saya tidak membunuh,'' ujarnya.

Pria yang kemarin mengenakan baju putih dan celana panjang hitam tersebut mengaku gembira atas hasil DNA yang menyebutkan Asrori dibunuh Ryan. Dengan bukti itu, dia bakal dibebaskan dari dakwaan pembunuhan. ''Alhamdulillah,'' kata Sugik.

Sementara itu, polisi tak mau sendirian disalahkan dalam kasus salah tangkap terhadap tiga pembunuh Asrori alias Aldo. Menurut mereka, kesalahan itu tak terjadi andai dua institusi hukum yang lain, yakni kejaksaan dan majelis hakim, tak sependapat dengan polisi. Begitu berkas ketiga orang itu dinyatakan lengkap alias P-21 oleh kejaksaan, artinya kejahatan mereka telah memenuhi unsur hukum.

"Namanya manusia, polisi juga punya salah. Ini kan kejaksaan yakin lalu (nerkas) P-21, hakim (juga) yakin," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol R. Abubakar Nataprawira di Mabes Polri kemarin (28/8).

Jadi, jaksa dan hakim harus ikut bertanggung jawab? "Saya tidak mau menyebut ini salah siapa," jawab mantan Kapolrestro Jakarta Pusat itu diplomatis.

Pihaknya akan "menebus dosa" dengan memberikan hasil tes DNA (deoxyribonucleic acid) yang menyebutkan bahwa Mr X yang kerangkanya ditemukan di halaman belakang rumah Ryan adalah Aldo kepada pihak Kemat cs. Kemat dan dua kawannya selama ini dituduh sebagai pembunuh Aldo. "Bukti DNA itu bisa dijadikan novum (keadaan baru, Red) dalam upaya PK mereka," tambahnya.

Soal kompensasi dan rehabilitasi, jenderal bintang dua itu belum bisa menentukan. Hal itu bergantung putusan di pengadilan kelak jika Kemat cs menggugat polisi dan menang. "Silakan saja. Kita tidak menutup-nutupi. Kalau mau bohong dengan publik, kita bisa bilang DNA itu milik orang lain, bukan Aldo. Tes DNA-nya kan di laboratorium polisi," tambahnya.

Setelah memastikan identitas Mr X adalah Aldo, polisi masih punya pekerjaan rumah tambahan. Yakni, mencari empat korban yang dilaporkan hilang oleh keluarganya. Yakni, Fauzan Suyanto alias Antonius (hilang September 2007), Tulus Purwanto (Desember 2006), Hendro Wiyono (2006), dan M. Affandi (Oktober 2007). Affandi inilah yang awalnya diduga polisi sebagai Mr X.

Polisi akan memulai kerjanya dengan mengambil sampel DNA kerangka yang ditemukan di kebun tebu yang semula diduga sebagai Aldo dan dihabisi Kemat cs. Polisi juga akan menentukan identitas sebuah mayat yang ditemukan di Malang yang diduga terkait dengan Ryan. "Khusus untuk polisi yang menyidik Kemat cs dan diduga salah itu juga akan diproses. Jika benar mereka memukul dan menganiaya Kemat cs, itu tindak pidana," sambungnya.

Dari Surabaya, Kapolda Jatim Irjen Pol Herman S. Sumawiredja mengatakan, korban Ryan kemungkinan tidak hanya 11 orang, Sebab, hingga saat ini masih ada empat keluarga yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya. Karena itu, polisi akan berupaya mencari korban-korban lain itu. Salah satunya dengan membongkar kuburan misterius yang ada di Malang dan Jombang.

Sumber Jawa Pos mengatakan, kuburan di Malang itu muncul berdasar pengakuan Ryan saat diperiksa di Polda Metro Jaya. Hanya, siapa identitasnya, dia enggan menyebutkan. "Kami akan bongkar dulu," katanya.

Kapolda juga mengakui, adanya kelengahan saat mengusut penemuan sesosok mayat di kebun tebu. Yaitu, tidak menuntaskan pengecekan mayat dengan melakukan tes DNA untuk memastikan apakah mayat yang ditemukan itu Asrori atau bukan.

Karena itulah, dia berjanji untuk mengusut letak kesalahan tersebut. "Kami masih bekerja. Kalau memang benar ada pemaksaan, petugas itu akan disanksi. Kesalahan apa pun, akan diumumkan kepada masyarakat," tandasnya.

Sementara itu, Kejaksaan Agung juga tak mau disalahkan terkait kasus pembunuhan Asrori. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Abdul Hakim Ritonga, berkas yang diperiksa jaksa selama ini berasal dari polisi. "Selama ini yang diperiksa jaksa hanya berkas. Jadi, apa yang dilakukan jaksa sudah benar," jelasnya. Bahkan, proses penyidikan dan penuntutan merupakan hal terpisah. Ritonga juga tidak akan berusaha memeriksa jaksa yang menyidangkan kasus itu. "Saya kira tidak perlu pemeriksaan. Tidak akan ada eksaminasi surat dakwaannya," ungkapnya.

Dia menerangkan, kasus tersebut mirip dengan kasus legendaris yang melibatkan Sengkon dan Karta sekitar 1974. Keduanya dihukum masing-masing 7 dan 12 tahun penjara atas tuduhan merampok dan membunuh suami istri Sulaiman dan Siti Haya di Desa Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat. Belakangan pembunuh sebenarnya terkuak.

Pihak pengadilan sendiri juga tidak mau serta merta disalahkan. Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko mengungkapkan, hakim tidak bisa disalahkan begitu saja. Sebab, selama ini hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan berkas dari polisi dan jaksa. "Tidak ada urusannya kasus itu dengan hakim," ujarnya kemarin.

Menurut dia, pekerjaan hakim sudah sempurna manakala menyidangkan tiga terdakwa tersebut berdasarkan hukum pembuktian serta hukum acara yang benar. Sedangkan putusan yang diambil merupakan kemerdekaan yang dimiliki sepenuhnya para pengadil. "Kebebasan hakim juga tidak bisa diintervensi begitu saja," terangnya.

Putusan yang berkekuatan hukum tetap juga tidak bisa dianulir begitu saja. Jadi, meski putusannya salah, tidak serta merta membebaskan tiga pelaku yang telah ditahan tersebut.

Selain itu, belum terbukti bahwa Ryan adalah pembunuh Asrori. "Bisa kemungkinan ada pelaku lain," ungkapnya.

Untuk membebaskan tiga pelaku tersebut, harus diajukan peninjauan kembali (PK) berdasarkan putusan pengadilan yang memutuskan Ryan adalah pembunuh Asrori. "Jadi, pembebasannya juga harus melalui prosedur hukum," ungkapnya.
Jawapos.com

Read more...
Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

  © Blogger templates Inspiration by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP