Google

Waspadai Kecanduan Internet

Kecanduan internet dengan berbagai aplikasinya dalam kadar yang menggelisahkan patut diwaspadai. Sebelum ada anggota keluarga yang terjerat, intervensi harus segera dilakukan.
”Kecanduan membuat semuanya tak terkontrol, yang salah satunya berdampak pada situasi antisosial,” kata guru besar emeritus Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Fawzia Aswin Hadis, dalam simposium ”Mengantisipasi Problema yang Berhubungan dengan Adiksi Internet” yang diadakan Forum Komunikasi Rumah Sakit Jiwa Swasta/ Praktik Kedokteran Jiwa Swasta di Jakarta, Sabtu (13/12).

Adiksi atau kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tak mampu lepas dari keadaan itu. Seseorang yang kecanduan merasa terhukum apabila tak memenuhi hasrat kebiasaannya.

Kecanduan internet di antaranya terjerat games, akses situs porno, akses bermacam informasi, serta aplikasi lain. Pencandu tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya. Umumnya, pencandu asyik sehingga lupa waktu, sekolah, pekerjaan, lingkungan sekitarnya, hingga kewajiban lain. Tak jarang pencandu berhari-hari tidur di warung internet.

”Itu terjadi karena yang bersangkutan memperoleh kesenangan, kenyamanan, dan keasyikan dari aplikasi internet yang diaksesnya,” kata Fawzia. Jika internet membantu seseorang menghilangkan stimulus tak menyenangkan yang dihadapinya, ia akan terus mengulanginya hingga kecanduan.

Tak heran bila sebagian besar pencandu internet adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah atau kekurangan lain. Pasalnya, mereka akan tetap eksis tanpa siapa pun (komunitas virtualnya) tahu siapa dirinya.

Praktisi psikiater anak Elijati D Rosadi SpKJ (K) mengatakan, hampir semua pasien yang dibawa kepadanya sudah masuk tahap kecanduan. Anak-anak itu memiliki kebiasaan berbohong atau kognitif yang lemah.

Pencandu yang dipicu konflik keluarga mengaku kepada komunitas virtualnya, ia tak butuh keluarga lagi.

Menurut pernyataan para psikiater yang hadir, tren pasien kecanduan internet pada anak terus meningkat cepat dalam dua tahun terakhir. Demikian diungkapkan psikiater anak RSCM, Ika Widyawati SpKJ (K), dan psikiater anak Rumah Sakit Jiwa Bandung, Lelly Resna SpKJ (K).

Menurut para psikiater anak, kecanduan itu dapat dicegah jika orangtua dan orang dewasa berperan aktif. ”Berikan pemahaman untung ruginya atau konsekuensi sesuai umur masing-masing. Internet terbukti sangat bermanfaat selama masih bisa kita kontrol,” kata psikiater Richard Budiman SpKJ, pengelola Sanatorium Dharmawangsa, tempat puluhan psikiater praktik.

Orangtua dan anak-anaknya pun bisa membuat kesepakatan bersama mengenai waktu dan lama mengakses internet. Situs dan jenis permainan yang diakses pun patut diketahui orangtua. Pembiaran hanya akan membuat kecanduan menjadi soal waktu.

Sebagian besar peserta sepakat bahwa melarang anak sama sekali mengakses internet bukan solusi. Pasalnya, internet mudah diakses di mana-mana dengan tarif terjangkau.

Pengobatan bagi yang kecanduan, kata Elijati, di antaranya psikoterapi, obat antipsikotik, antidepresi, dan terapi keluarga. Akar masalah yang memicu anak lari ke internet pun harus diketahui.

”Pengobatannya tidak mudah karena harus melibatkan banyak hal,” kata Elijati, yang disetujui psikiater lainnya. (GSA)

Gesit Ariyanto

Read more...

Menikah Bisa Kurangi Stres

Pernikahan dapat menjadi terapi efektif meminimalkan stres. Sebab, dengan pernikahan, segala persoalan tidak lagi dihadapi sendiri dan dipecahkan secara bersama-sama.
"Selain dukungan sosial, pernikahan mendapat tambahan keluarga sehingga dukungan akan berlipat ketika hidup sedang susah. Artinya, bukan hanya dukungan fisik, tetapi juga mental sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya depresi," kata konselor biro positive psychologie, Indah Kemala Hasibuan, di Medan, Rabu.

Sebagai orang Timur, menikah bukan hanya mengikuti sunah Rasul, tetapi juga merupakan suatu panggilan mulia dan mengindari dari pembicaraan orang lain. Pernikahan idealnya merupakan perpaduan komitmen di antara dua individu yang berbeda jenis. Dengan demikian, perkawinan diharapkan menjadi tumpuan kebahagiaan bagi pasangan yang menjalaninya.

Pernikahan dapat memperbaiki prilaku bagi masing-masing pihak. Yang artinya, pernikahan merupakan penyesuaian terhadap pasangan. Perubahan ini biasanya disebabkan oleh rasa tanggung jawab terhadap pasangan yang akhirnya memberikan dampak positif pada kesehatan.

Namun, tidak semua orang dapat merealisasi keinginannya untuk menikah dengan orang yang dicintai. Sebagian dari mereka tetap melajang dan yang lainnya akhirnya menikah dengan berbagai alasan, seperti mengikuti kehendak orangtua, demi status, dan demi kesejahteraan materi.

"Bagi mereka yang cenderung memilih melajang, pada kenyataannya juga tidak selalu tenang menikmati masa-masa melajangnya. Banyak di antara mereka mengalami keraguan pada usia matang menjelang 30 hingga 40 tahunan dan bertanya-tanya mengenai pilihannya, harus menikah atau tidak," katanya.

ABI
Sumber : Ant


Read more...
Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

  © Blogger templates Inspiration by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP