PN Ngotot Tak Salah Vonis
JOMBANG - Terungkapnya fakta baru bahwa Mr X yang dibunuh Ryan adalah Asrori tak membuat majelis hakim PN Jombang yang menyidangkan terdakwa Maman Sugianto alias Sugik menghentikan langkah. Kemarin (28/8), digelar sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan.Ketua Majelis Hakim Kartijono menyatakan bahwa PN tetap meneruskan proses pengadilan. Sebab, fakta-fakta hukum di persidangan sebelumnya menyatakan bahwa Sugik layak disidangkan. ''Proses peradilan tetap dilanjutkan karena berkasnya sudah dilimpahkan dari kejaksaan ke pengadilan serta adanya keterangan ahli,'' katanya.
Dia menyatakan, fakta di pengadilan sudah jelas membuktikan bahwa mayat yang ditemukan di kebun tebu tersebut adalah Asrori. Ciri-cirinya sesuai keterangan keluarga Asrori. Yaitu, ada bekas luka bakar terkena knalpot di betis kanan dan gigi yang gingsul.
Kartijono membantah hasil sidang yang berakhir dengan vonis 17 tahun untuk Kemat dan 12 tahun untuk David itu akibat adanya tekanan dari kepolisian. ''Kami ini bekerja independen, tanpa tekanan dari pihak mana pun,'' tegasnya.
Atas fakta baru (novum) adanya hasil tes DNA, yang membuktikan bahwa Asrori korban Ryan, pengacara Kemat dan David akan melakukan peninjauan kembali (PK).
Sementara itu, sidang kemarin hanya berjalan sekitar lima belas menit. Sugik tetap didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Asrori.
Saat ditemui setelah sidang, Sugik menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah. ''Saya berani sumpah, demi Allah saya tidak membunuh,'' ujarnya.
Pria yang kemarin mengenakan baju putih dan celana panjang hitam tersebut mengaku gembira atas hasil DNA yang menyebutkan Asrori dibunuh Ryan. Dengan bukti itu, dia bakal dibebaskan dari dakwaan pembunuhan. ''Alhamdulillah,'' kata Sugik.
Sementara itu, polisi tak mau sendirian disalahkan dalam kasus salah tangkap terhadap tiga pembunuh Asrori alias Aldo. Menurut mereka, kesalahan itu tak terjadi andai dua institusi hukum yang lain, yakni kejaksaan dan majelis hakim, tak sependapat dengan polisi. Begitu berkas ketiga orang itu dinyatakan lengkap alias P-21 oleh kejaksaan, artinya kejahatan mereka telah memenuhi unsur hukum.
"Namanya manusia, polisi juga punya salah. Ini kan kejaksaan yakin lalu (nerkas) P-21, hakim (juga) yakin," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol R. Abubakar Nataprawira di Mabes Polri kemarin (28/8).
Jadi, jaksa dan hakim harus ikut bertanggung jawab? "Saya tidak mau menyebut ini salah siapa," jawab mantan Kapolrestro Jakarta Pusat itu diplomatis.
Pihaknya akan "menebus dosa" dengan memberikan hasil tes DNA (deoxyribonucleic acid) yang menyebutkan bahwa Mr X yang kerangkanya ditemukan di halaman belakang rumah Ryan adalah Aldo kepada pihak Kemat cs. Kemat dan dua kawannya selama ini dituduh sebagai pembunuh Aldo. "Bukti DNA itu bisa dijadikan novum (keadaan baru, Red) dalam upaya PK mereka," tambahnya.
Soal kompensasi dan rehabilitasi, jenderal bintang dua itu belum bisa menentukan. Hal itu bergantung putusan di pengadilan kelak jika Kemat cs menggugat polisi dan menang. "Silakan saja. Kita tidak menutup-nutupi. Kalau mau bohong dengan publik, kita bisa bilang DNA itu milik orang lain, bukan Aldo. Tes DNA-nya kan di laboratorium polisi," tambahnya.
Setelah memastikan identitas Mr X adalah Aldo, polisi masih punya pekerjaan rumah tambahan. Yakni, mencari empat korban yang dilaporkan hilang oleh keluarganya. Yakni, Fauzan Suyanto alias Antonius (hilang September 2007), Tulus Purwanto (Desember 2006), Hendro Wiyono (2006), dan M. Affandi (Oktober 2007). Affandi inilah yang awalnya diduga polisi sebagai Mr X.
Polisi akan memulai kerjanya dengan mengambil sampel DNA kerangka yang ditemukan di kebun tebu yang semula diduga sebagai Aldo dan dihabisi Kemat cs. Polisi juga akan menentukan identitas sebuah mayat yang ditemukan di Malang yang diduga terkait dengan Ryan. "Khusus untuk polisi yang menyidik Kemat cs dan diduga salah itu juga akan diproses. Jika benar mereka memukul dan menganiaya Kemat cs, itu tindak pidana," sambungnya.
Dari Surabaya, Kapolda Jatim Irjen Pol Herman S. Sumawiredja mengatakan, korban Ryan kemungkinan tidak hanya 11 orang, Sebab, hingga saat ini masih ada empat keluarga yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya. Karena itu, polisi akan berupaya mencari korban-korban lain itu. Salah satunya dengan membongkar kuburan misterius yang ada di Malang dan Jombang.
Sumber Jawa Pos mengatakan, kuburan di Malang itu muncul berdasar pengakuan Ryan saat diperiksa di Polda Metro Jaya. Hanya, siapa identitasnya, dia enggan menyebutkan. "Kami akan bongkar dulu," katanya.
Kapolda juga mengakui, adanya kelengahan saat mengusut penemuan sesosok mayat di kebun tebu. Yaitu, tidak menuntaskan pengecekan mayat dengan melakukan tes DNA untuk memastikan apakah mayat yang ditemukan itu Asrori atau bukan.
Karena itulah, dia berjanji untuk mengusut letak kesalahan tersebut. "Kami masih bekerja. Kalau memang benar ada pemaksaan, petugas itu akan disanksi. Kesalahan apa pun, akan diumumkan kepada masyarakat," tandasnya.
Sementara itu, Kejaksaan Agung juga tak mau disalahkan terkait kasus pembunuhan Asrori. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Abdul Hakim Ritonga, berkas yang diperiksa jaksa selama ini berasal dari polisi. "Selama ini yang diperiksa jaksa hanya berkas. Jadi, apa yang dilakukan jaksa sudah benar," jelasnya. Bahkan, proses penyidikan dan penuntutan merupakan hal terpisah. Ritonga juga tidak akan berusaha memeriksa jaksa yang menyidangkan kasus itu. "Saya kira tidak perlu pemeriksaan. Tidak akan ada eksaminasi surat dakwaannya," ungkapnya.
Dia menerangkan, kasus tersebut mirip dengan kasus legendaris yang melibatkan Sengkon dan Karta sekitar 1974. Keduanya dihukum masing-masing 7 dan 12 tahun penjara atas tuduhan merampok dan membunuh suami istri Sulaiman dan Siti Haya di Desa Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat. Belakangan pembunuh sebenarnya terkuak.
Pihak pengadilan sendiri juga tidak mau serta merta disalahkan. Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko mengungkapkan, hakim tidak bisa disalahkan begitu saja. Sebab, selama ini hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan berkas dari polisi dan jaksa. "Tidak ada urusannya kasus itu dengan hakim," ujarnya kemarin.
Menurut dia, pekerjaan hakim sudah sempurna manakala menyidangkan tiga terdakwa tersebut berdasarkan hukum pembuktian serta hukum acara yang benar. Sedangkan putusan yang diambil merupakan kemerdekaan yang dimiliki sepenuhnya para pengadil. "Kebebasan hakim juga tidak bisa diintervensi begitu saja," terangnya.
Putusan yang berkekuatan hukum tetap juga tidak bisa dianulir begitu saja. Jadi, meski putusannya salah, tidak serta merta membebaskan tiga pelaku yang telah ditahan tersebut.
Selain itu, belum terbukti bahwa Ryan adalah pembunuh Asrori. "Bisa kemungkinan ada pelaku lain," ungkapnya.
Untuk membebaskan tiga pelaku tersebut, harus diajukan peninjauan kembali (PK) berdasarkan putusan pengadilan yang memutuskan Ryan adalah pembunuh Asrori. "Jadi, pembebasannya juga harus melalui prosedur hukum," ungkapnya.
Jawapos.com